Tidak
ada yang pernah tahu bagaimana nasib kita ke depan. Bahkan kita sendiri. Jalan
hidup kita adalah misteri yang tidak pernah terpecahkan oleh kitab ramalan mana
pun, sekalipun peramal itu didatangkan dari jaman Fir’aun sekalipun. Misteri
hidup tidak akan terpecahkan, kecuali oleh Tuhan.
Hingga
suatu hari, sebuah misteri menyambangi sebuah rumah yang mulai disambangi beberapa
anak muda dari negeri entahberantah. Rumah
tua yang ditinggalkan sekian lama tanpa sebab oleh penghuninya. Dari luar yang
Nampak hanya selutut rerumputan yang tidak pernah terjamah kaki manusia. Tidak
ada tanda-tanda tapak kaki disana. Tumbuhan rambat liar mulai menjalari dinding
bagian depan menyentuh kaca-kaca jendela yang berdebu tebal. Jika kitake bagian
atap, laba-laba bergelayutan, dan membentuk jarring-jaring abu-abu yang kusam. Benar-benar
tak ada tanda-tanda kehidupan. Anak-anak
muda itu berjalan pelan-pelan, mencoba menarik gagang pintu yang hanya dikunci
dengan sebuah gembok kecil yang mulai berkerat.
“Yakin
menggunakan tempat ini?” May bertanya
pelan. Matanya sibuk melihat ke sekitar rumah. Takut ada hewan-hewan melata
yang tiba-tiba mendekat.
“Kita
tidak punya pilihan, batas sewa tempatnya sudah habis. Kas kita tidak cukup
untuk sewa setahun lagi. “ Jawab Nuril sambil menarik gembok kecil itu dan
langsung copot. Gembok itu sama sekali tidak terpaku dengan kuat.
“Kenapa
tidak tempat yang lain saja? “
“Rumah
ini gratis. Kalau tempat lain harus bayar. Kenapa? Kamu ragu?” Nuril menyelidik.
May terdiam.
“Entalah…
aku merasa kurang nyaman saja dengan tempat ini.”
“Yang
penting kita masuk saja dulu.”
“Masuk??”
“Iya.
Cepat!” Nuril menarik tangan May memasuki rumah kosong dan pengap itu.
Begitu
masuk, udara pengap disertai bau sampah langsung menyergap. Bagaimana tidak? Tidak ada udara yang bisa
masuk ke rumah itu selain melalui jendela depan dan celah-celah kayu pintu yang
rapuh. Kamar-kamar layaknya petakan kubus dari triplek dan tidak berjendela. Udara hanya bisa keluar masuk lewat pintu. Cahaya pun hanya remang-remang masuk melalui
atap yang diselip oleh seng putih kekuning-kuningan.
“Nuril…”
May tiba-tiba bergidik ngeri, suaranya bergetar. Matanya terbelalak menatap
tulisan di dinding dapur. Tangannya menggenggam lengan Nuril erat, membuat
Nuril terkejut. Dalam sekejap kedua pasang mata mereka tertuju pada satu
lukisan di dinding.
“Itu
hanya sebuah lukisan biasa.”
“Bukan
itu. Coba kamu lihat mata gadis pada lukisan itu.”
“Sebentar.”
Nuril mendekati lukisan itu. Di lukisan itu, seorang gadis yang berpakaian krem
kecokelatan duduk diatas ayunan besi sambil memeluk seekor kucing putih. Nuril
mencoba focus menatap mata gadis itu.
“Matanya
biasa saja. Seperti mata kita.”
“Tidak!
Aku melihat matanya persis sama seperti mata kucing di pangkuannya.” May
berkata dengan suara bergetar.
“Iya. Aku
melihatnya.” Nuril bersuara pelan ketika ia menyadari pemandangan aneh dari
lukisan itu. Matanya menatap mata kucing dan mata gadis dalam lukisan itu silih
berganti. Baginya, mata mereka benar-benar sama. Tapi bagaimana bisa mata
seorang gadis bisa persis sama dengan mata kucing dalam lukisan itu? Tapi siapa
dia?
“Mimi…”
Nuril membaca tulisan di sudut kanan bagian bawah lukisan itu. “Mungkin itu
nama gadis itu.”
“Apakah
ada manusia yang mempunyai mata kucing seperti itu?”Tanya May takut. Ia merasakan
keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.
“Sudahlah.
Itu hanya sebuah lukisan.” Nuril berusaha menetralkan kembali suasana. Sekarang
matanya sibuk melihat ke sekeliling. Ia ingin melihat bagian mana yang bisa
diubah dari rumah ini untuk dijadikan tempat baru organisasi yang sedang dipimpinnya.
“May!!,”
Nuril tiba-tiba berbalik berseru menatap pemandangan di depannya. Di lantai
bagian dapur barang-barang berserakan. Baju-baju dan tas beserta isinya
berhamburan di atas lantai. Sementara
itu suara gemericik air terdengar dari kamar mandi. Dan…
Krek!
Krek! Krek!
Terdengar bunyi
seperti seseorang mengais-ngias sesuatu di bagian belakang pintu kamar mandi. May dan Nuril saling berpandangan. Dengan
tatapan mata, keduanya saling mengangguk dan sepakat untuk melakukan hal yang
sama.
“Keluar!”
teriak keduanya. Keduanya langsung mengambil langkah seribu dan bergegas
meninggalkan rumah tak berpenghuni itu.
“Sepertinya itu
Mimi…” kata Nuril pada May setelah lelah berlari jauh meninggalkan rumah tak
berpenghuni itu. Misteri itu tidak pernah terpecahkan sampai sekarang. Benarkah
itu Mimi? Hanya Tuhan yang tahu.
Aduh! Ini, jangan-jangan kucing yang sering mampir ke rumcay adalah MIMI. dan aroma tak sedap itu aroma MIMI. Oh Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak
BalasHapusMimi adalah legenda!!!
BalasHapusAwalnya ada tulisan di dinding.. kenapa tiba-tiba jadi lukisan kak? O.o
BalasHapusItu hanya fiktif Aslan.. :)
BalasHapus