About

Selasa, 10 Oktober 2017

ASUS VivoBook S510, Laptop Kece Ngga Bikin Kere

Siapa yang tidak pernah tahu nama ASUS? Ya, ASUS adalah nama produsen laptop, notebook, tablet, maupun dekstop PC, yang produknya sudah dipakai oleh manusia di berbagai belahan dunia. Tentu saja, ASUS dipakai, kali bukan hanya karena harganya yang murah, tapi juga karena kualitas dan kehandalannya yang dikenal handal. 

Nah, perlu sobat ketahui bahwa ASUS baru saja merilis produk baru yang baru yang harganya lebih murah dibanding dengan harga produk sejenis kompetitor, namun kualitasnya layak diancungi jempol. Desain laptob ini menarik karena sangat tipis dan ringan. Selain itu, kinerja laptob ini pun tidak kalah keren karena sudah memuat fitur-fitur yang canggih.


Dari segi ukuran layar, panjang layar laptop VivoBook S ini mencapai 15,5 inci dan lebarnya 14,2 inci. Namun, ketebalan laptop ini hanya 0,7 inci dan beratnya hanya 1,5 kilogram. Tentu saja hal ini membuat  laptop ini mudah dibawa kemana saja baik oleh mahasiswa ataupun pekerja karena tidak membuat bahu sakit disebabkan menjinjing laptop yang berat.


Laptop Asus VivoBook S510 sangat tipis (0,7 inci) dan ringan (1,5 kg) (Sumber gambar: Google)


Laptop ini dilengkapi dengan host port yang bisa memuat USB Card Reader SDXC, USB Type-C, USB Type-A, USB 2.0, dan port HDMI. Selain itu, layarnya juga sudah full HD dengan resolusi 1920x1080 piksel dengan sudut pandang mencapai178°. Layar seperti ini tentu saja cocok bagi pengguna laptop yang suka membaca, menonton, main game ataupun bekerja seharian penuh dengan laptop.
sudut pandang VivoBook S 510 mencapai 178 derajat (Sumber gambar: Google)

Untuk processornya, ASUS VivoBook S ini sudah dilengkapi dengan intel core i5 7200-U generasi ke-tujuh yang kecepatannya mencapai 2,5GHz dan pada mode Turbo bisa mencapai 3,1 GHz. Laptob ini dilengkapi dengan RAM yang mencapai16DR DDR4 2133MHz dan batas penyimpanan mencapai 1 TB HDD. 

Laptop ini juga sudah didukung oleh grafis NVIDIA Geforce sehingga menghasilkan visual yang tidak perlu diragukan lagi kehalusannya. Fitur ini sangat membantu para pecinta design grafis dan pembuat animasi untuk menghasilkan karya-karya yang terbaik.

Keyboard Asus VivoBook s 510 sudah dilengkapi dengan sensor fingerprint pada trackpadnya. Sensor sidik jari ini mampu mendeteksi sidik jari pengguna laptop dengan super akurat sehingga bisa login hanya dengan sekali sentuhan. Selain itu, fitur backlighting pada keyboardnya memudahkan untuk bisa tetap mengetik meski dalam kondisi gelap.
finger print pada trackpad Laptop VivoBook S510 (sumber gambar: Google)



Asus VivoBook ini juga sudah menggunakan jenis baterai polimer Li-Ion yang mampu menyimpan daya hingga 60 persen dalam waktu kurang dari 50 menit. Selain itu, baterai jenis ini juga bisa bertahan sampai 8 jam. Nah, tentu saja laptop ini bisa menjadi pilihan terbaik bagi para pekerja melakukan perjalanan kerja sampai berjam-jam di luar ruangan.
Yang lebih menarik lagi, laptop ini juga dilengkapi dengan ultra-fast dual band 802.11ac Wi-Fi. Dengan demikian, penggunanya bisa menikmati kecepatan internet hingga 867Mbps. Bahkan, pengguna bisa tetap terhubung ke internet meski dalam keadaan cuaca buruk. 
Untuk kemampuan audionya, VivoBook ini sudah sangat canggih karena sudah menggunakan jenis Audio-Sonic master yang dijamin sangat halus ketika didengarkan.

Untuk harganya, VivoBook termasuk tergolong murah untuk laptop sekelasnya. Di Indonesia ViviBook S 510 ini bisa dibawa pulang dengan harga Rp. 9.799.000. Sedangkan di AS, laptop ini baru bisa dibeli dengan merogoh gocek seharga $ 699.

Senin, 09 Oktober 2017

Model Pembelajaran Attention, Relevance, Confidence and Satisfaction (ARCS) untuk Sistem Belajar yang Menyenangkan

Pendidikan tingkat sekolah dasar bukanlah tingkat pendidikan yang patut dianggap sepele. Hal ini karena pada tingkat sekolah dasar anak-anak baru saja melewati masa golden age dimana fungsi otak anak-anak sedang bekerja secara maksimal untuk menyerap dan merekam segala sesuatu di lingkungannya. Untuk itu, di masa ini anak harus dididik sebaik-baiknya agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan, berilmu, mandiri, peka terhadap sosial dan juga bertanggung jawab seperti yang tertuang dalam peraturan pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Berbagai upaya pun dilakukan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita mulia ini, salah satunya adalah dengan mewajibkan kurikulum 2013 sebagai acuan dalam pendidikan dengan tujuan agar pendidikan tingkat sekolah dasar disesuaikan dengan minat siswa dan jauh dari unsur pemaksaan.
Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak masalah-masalah yang muncul dalam pendidikan sekolah dasar. Salah satunya adalah masih adanya budaya tidak naik kelas bagi siswa kelas 1 sampai kelas 3 di beberapa sekolah di Indonesia pada musim naik kelas tahun lalu (Beritasatu.com,11 Oktober 2016). Fatalnya, data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan bahwa 422.082 siswa SD dinyatakan tidak naik kelas. Hal ini sungguh sangat disayangkan mengingat pendidikan sekolah dasar adalah masa awal pembangunan perspektif siswa tentang sekolah. Dalam artian, masa ini adalah masa dimana siswa diperkenalkan dengan dunia sekolah untuk pertama kalinya. Untuk itu, kesan yang ditimbulkan haruslah membawa dampak yang baik bagi siswa ke depannya agar mereka merasa bersemangat untuk terus melanjutkan sekolah karena kecintaan mereka akan dunia pendidikan. Peristiwa tinggal kelas akan meninggalkan kesan yang buruk bagi siswa, dimana siswa akan berfikir bahwa sekolah merupakan sebuah pemaksaan kehendak belajar dan sama sekali tidak menyenangkan. Tentu saja, hal ini akan membuat siswa kehilangan motivasi untuk sekolah. Untuk itu, para pendidik harus mampu menghindari hal buruk tersebut dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai untuk dunia anak-anak sekolah dasar.
Salah satu model pembelajaran yang mengedepankan peningkatan motivasi siswa adalah pembelajaran dengan model ARCS (singkatan dari Attention, Relevance, Confidence, and Satisfaction) yang dipopulerkan oleh John Keller tahun 1987. Model pembelajaran ini dinilai cukup ampuh karena memuat pendekatan psikologis yang bertujuan meningkat motivasi. Model ini juga selaras dengan kurilkulum 2013 yang mengutamakan keaktifan siswa dalam belajar. Dalam model pembelajaran ini, perhatian siswa ditarik dengan hal-hal yang disukainya (attention), pelajaran dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan langsung dengan kehidupan siswa (relevance), rasa percaya diri siswa ditingkatkan dengan cara yang menyenangkan (confidence), dan kepuasan siswa terhadap hasil belajar mereka sendiri dimunculkan dengan memberikan feedback yang membangun (satisfaction). Tentu saja, “konsep lama” dimana yang tidak mencapai nilai tertentu akan tinggal kelas tidak boleh diberlakukan dalam model pembelajaran ini. Apalagi konsep “3D (Duduk, Diam, dan Dengar)” yang membuat membuat anak-anak seperti robot, tentu harus dibuang jauh-jauh. Sebaliknya, dalam model pembelajaran ARCS guru dan siswa sama-sama bekerja sama untuk meningkatkan kemampuan dan memotivasi siswa yang kurang percaya diri sehingga siswa tersebut betul-betul mampu dan merasa tidak ditinggalkan oleh kawan-kawannya.
Di dalam kurikulum 2013, jumlah Kompetensi Dasar untuk anak sekolah dasar dikurangi dan jam belajar di tambah. Perlu diketahui bahwa penambahan jam belajar disini bukanlah untuk menambah beban siswa dengan tugas, mendengarkan ceramah guru, dan mengisi lembar LKS. Tetapi tujuannya adalah untuk memberikan guru dan siswa keluasan waktu agar siswa bisa mengembangkan diri dengan cara bersosialisasi, mengamati, dan bekerjasama dengan kawan-kawannya. Tentunya konsep ARCS model bisa diterapkan dalam kurikulum ini agar pendidikan tidak terkesan kaku. Agar siswa tidak bosan, tariklah perhatian siswa dengan hal-hal yang sesuai dengan dunia mereka (attention). Misalnya, untuk belajar tentang berhitung, guru bisa memutarkan lagu tentang berhitung atau video animasi tentang menghitung jeruk di atas pohon atau menghitung jumlah ulat pemakan daun. Tentu saja anak-anak akan menyukai ini. Jangan pernah memaksa anak-anak untuk  berdiri di depan kelas kemudian menghafal perkalian atau pembagian, karena mereka tidak akan mengetahui manfaat dan tujuan pembelajaran itu secara langsung. Lebih parahnya, anak-anak akan terasa bosan karena harus terus menerus mendengarkan kawannya menghafal di depan kelas sambil menunggu giliran dirinya dipanggil untuk menghafal di depan kelas.
Pendidikan dengan model ARCS juga menyarankan agar pembelajaran menyuguhkan tujuan pembelajaran pada anak-anak secara langsung. Bukan dengan mendikte lalu menulis tujuan pembelajaran. Tetapi diharapkan agar siswa bisa merasakan atau menyentuh langsung hasil pembelajaran mereka (relevance). Tentunya, dalam hal ini guru harus mampu membuang jauh-jauh sifat diktator di kelas dan beralih menjadi teman bermain untuk anak-anak di kelas. Sebaliknya, guru mengajak anak-anak untuk merasakan secara langsung ilmu yang diperolehnya agar ia merasa bahwa belajar itu kebutuhan dan sesuatu yang menyenangkan! Sebagai contoh, guru mengajak anak-anak bermain tebak-tebakan tentang hewan, belajar menghitung dengan menghitung kelereng yang tumpah, belajar hukum Archimedes dengan cara menuangkan air ke dalam pipa-pipa kecil, mengenal nama hewan dengan cara mewarnai gambar-gambar hewan yang ada dan lain-lain. Bahkan, untuk pelajaran ilmu sosial anak-anak akan lebih suka diajak untuk study-tour langsung ke satuan polisi lalu lintas untuk belajar tentang rambu-rambu dari pada disuruh menghafal rambu-rambu yang ada di buku cetak. Dengan demikian, anak-anak merasa bahwa mereka “butuh” belajar di sekolah karena disana mereka bisa menemukan hal-hal baru yang mereka butuhkan untuk kehidupan mereka.
Selanjutnya, kepercayaan diri (confidence) siswa ditingkatkan dengan memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk menjadi yang terbaik. Ajak anak-anak yang nilainya di bawah rata-rata untuk berdiskusi dalam kelompok. Buat ia merasa bisa melakukan apa yang dilakukan oleh kawan-kawannya yang lain. Beri anak tersebut kesempatan untuk memperbaiki nilai-nilai yang kurang. Bahkan, jika perlu anak tersebut diberikan kesempatan untuk menjadi ketua kelompok dalam suatu kegiatan, sehingga ia akan merasa dipercayai.
Sebaliknya, memberikan hukuman kepada anak-anak yang kurang mampu dalam menerima pelajaran dan memperoleh nilai yang rendah merupakan hal yang paling fatal. Anak-anak merasa akan terpojok dan tertekan ketika ia dihukum karena kekurangannya. Guru yang baik semestinya mencari solusi bagi anak didiknya yang mempunyai masalah. Pendidik yang baik akan berusaha meningkatkan rasa percaya diri anak tersebut dengan pendekatan-pendekatan tertentu. Jangan pernah mengatakan kata-kata yang kurang menyenangkan seperti,”nilai kamu sangat jelek”, “kamu sangat bodoh”, dan lain-lain yang membuat anak merasa malu. Sebaliknya, guru harus memotivasi si anak dengan kata-kata penyemangat seperti,”kamu pasti bisa lebih baik dari ini, ayo semangat!”
Selnajutnya, aspek kepuasan dalam belajar (satisfaction) dalam diri siswa dimunculkan dengan memberikan hadiah, pujian, ataupun kejutan-kejutan yang membuat siswa bangga terhadap hasil belajar mereka. Sesekali, siapkan sertifikat untuk anak-anak yang berhasil mencapai peringkat tertentu untuk membuat anak-anak lain tertarik. Selain itu, biasakan untuk mengucapkan kata-kata yang menyenangkan seperti “Bagus sekali Rudi!”atau “Kerja bagus, Randa,” dan kata-kata lainnya. Namun, untuk anak-anak yang masih kurang pencapaiannya berikan pujian sekaligus umpan balik yang membangun seperti “Bagus Dini! Bacaannya sudah bagus, hanya perlu latihan sedikit agar lebih lancar.” Dengan demikian, anak-anak bisa merasakan bahwa usaha mereka dalam belajar dihargai dan memunculkan rasa puas siswa dengan pencapaian mereka.
Model pendidikan yang senada juga diterapkan di Negara Finlandia yang sekarang terkenal sebagai  Negara yang memilki sistem pendidikan terbaik di dunia. Negara yang dulu pernah menjadi salah satu negara termiskin di dunia ini, berhasil mengembangkan pola pendidikan yang menyenangkan untuk sekolah dasar dimana anak hanya belajar tiga sampai empat sehari dan sama sekali tidak boleh dibebankan dengan pekerjaan rumah. Selebihnya, anak dibebaskan bermain agar mampu bersosialisasi dengan orang lain dan mengetahui dunia lebih luas. Anak-anak yang kurang mampu akan dimotivasi dan diberi kesempatan untuk belajar dengan kawan-kawannya yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi sehingga ia akan terpacu untuk mengikuti kawan-kawannya dalam belajar. Guru juga tidak henti-hentinya mendampingi dan memberikan semangat agar siswa tersebut mampu sebagaimana teman-temannya yang lain. Dengan demikian, anak-anak akan merasa puas terhadap hasil belajar mereka karena mereka merasa diperlakukan secara adil dan tidak merasa terasing dari kawan-kawan mereka yang lain.
Perlu diingat bahwa pendidikan itu bukan semata-mata proses transfer ilmu, tapi sesuatu yang melibatkan cita dan rasa. Pendidikan sekolah dasar seyogyanya mencerminkan dunia anak-anak yang semestinya. Dalam artian, pembelajaran tingkat sekolah dasar harus dilakukan dengan pendekatan-pendekatan yang menyenangkan. Hal ini karena fitrah anak-anak adalah ingin bermain dan mencoba hal-hal baru. Buang jauh-jauh budaya “3D (Duduk, Diam, dan Dengar)” yang membuat anak-anak bersifat kaku seperti robot. Sebaliknya, ajak mereka bermain sambil belajar agar mereka bisa menikmati dunia mereka sebagai anak-anak. Inilah yang menjadi tugas pendidik yang sebenarnya. Tugas yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang mempunyai cita dan rasa. Sebaliknya, jika belajar hanya diartikan secara sempit sebagai proses transfer ilmu saja, maka computer yang punya koneksi internet “lebih banyak” dan “lebih lengkap” ilmunya  dari guru-guru yang ada di sekolah dasar. Hal ini diharapkan bisa menjadi suatu ilham mengapa anak-anak tetap membutuhkan manusia sebagai guru yang sesungguhnya.

Referensi:
-          Francom, G., & Reeves, C.T (2010). John M. Keller: A Significant Contributor to the Field of Educational Technology. Journal of Educational Technology May-June 2010.

-          John, M. Keller (1987). Development and the Use of The ARCS Model of Motivational Design. Journal of Instructional Development, Vol 10. No.3

-          Beritasatu.com. Ratusan Siswa Tidak Naik Kelas, Sistem Pendidikan Indonesia Tidak Konsisten, dipublikasikan pada 11 Oktober 2016 (Media Online)
                                                                 

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Junaidah Munawarah alumnus IAIN Ar-Raniry Aceh, Anggota Forum Lingkar Pena (FLP)Aceh dan penikmat tulisan apa saja.

Pengikut

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Blogger FLP

BTemplates.com

Blogroll