About

Selasa, 29 April 2014

SEMESTA MUSEUM ACEH

        Tidak kenal, makanya tidak sayang. Ketika kita telah mengenal jejak sejarahnya, maka kita akan semakin cinta dan ingin terus mempertahankannya dari kepunahan. Inilah museum Aceh dan segala pernak-pernik sejarahnya.
Pagi itu, aku dan kawan-kawan mengisi waktu senggang dengan mengunjungi objek wisata di Banda aceh. Tentu saja, kami memilih tempat yang sesuai dengan isi dompet  kami yang masih berstatus mahasiswa. Dengan suka cita dan rasa ingin tahu yang mengangkasa, kami mengendarai motor menuju pusat kota.
Saat menapaki kaki di halaman museum Aceh, aku seperti sedang membuka sebuah lembaran ensiklopedi sejarah versi nyata. Berbagai benda kuno yang mengandung nilai seni dan sejarah yang panjang tersimpan di sana. Dalam sekejap,  aku seolah terlempar ke lorong waktu yang sangat jauh dari masaku, berbaur dengan orang-orang yang hidup pada zaman yang seusia dengan benda-benda itu. Bayangan Aceh masa lampau terasa begitu nyata ketika langkahku semakin dengan bangunan tersebut. 
Bentuk fisik bangunan museum Aceh adalah sebuah rumah traditional Aceh yang megah. Hampir keseluruhan badan rumah ini terbuat dari kayu keras yang dicat berwarna cokelat tua (merbau). Sejumlah referensi menyebutkan bahwa rumah ini dibangun oleh gubernur Belanda bernama Van Swart pada tahun 1914. Layaknya rumah traditional Aceh pada umumnya, bangunan ini juga menghadap kiblat (Mekkah) dan kaya akan ornamen pada atap dan dinding. Ukiran berbentuk spiral, simetris, tumbuh-tumbuhan, kali-kali, petak-petak, bulan dan bintang pada bagian bingkai jendela dan dinding membuat bangunan ini begitu khas. Namun, berbeda dari rumah Aceh penduduk pada umumnya yang dibangun atas 16, 20 atau 24 tiang, bangunan museum ini justru dibangun lebih besar dimana jumlah keseluruhan tiangnya mencapai 40 tiang yang kokoh. Besar sekali bukan?  
Museum Aceh
Benda pertama yang paling menarik perhatianku adalah sebuah lonceng besar yang dinamai “Cakradonya.” Mungkin karena ukurannya yang sangat besar yang melebihi tinggi orang dewasa dan diameternya lebih dari satu meter, lonceng ini diberi nama seperti ini. Konon, lonceng besar ini merupakan hadiah dari seorang Raja China yang diantar oleh Laksamana Chengho pada tahun 1414. Ini adalah bukti betapa luasnya wilayah persahabatan kerajaaan Aceh pada masa lampau yang mampu menembus batas-batas benua. 
Jika kita lihat lebih dekat, maka kita akan menemukan tulisan China yang terukir pada badan lonceng. Menurut sebuah referensi, tulisan tersebut adalah “Sing Fang Niat Toeng Juutb Kat Tjo.”Aku sendiri tidak tahu apa artinya. Namun, ukiran tuanya yang nampak berkarat membuktikan bahwa lonceng tersebut sangat tua dan benar-benar patut dijaga keberadaan dan bentuknya. 
lonceng cakradonya
Masuk lebih dalam ke area museum, kita akan menjumpai meriam-meriam berukuran sedang yang di tata rapi di bawah Rumoh Aceh. Menurut para penjaga, meriam ini merupakan sisa penjajahan Belanda di Aceh. Selain meriam-meriam tersebut, berbagai peralatan kerja masyarakat Aceh tempo dulu juga banyak disimpan di sini. Misalnya alat pengangkut barang (derek) dari kayu, lumbung padi, dan jeungki (penumbuk padi) yang juga terbuat dari kayu. Tentu saja alat-alat ini sangat jarang kujumpai dalam kehidupan sehari-hari, terutama di daerah Banda Aceh yang hampir semuanya telah terjamah canggihnya teknologi masa kini. Dalam sekejap pikiranku melayang ke masa-masa dimana masyarakat saling bergotong royong mengangkut padi dengan derek kayu dan menumbuk padi bersama menggunakan jeungki yang sangat sederhana. Sungguh berbeda sekali dengan peralatan canggih yang dimiliki masyarakat masa kini dimana semuanya serba canggih dan cepat.


Kamar Pengantin
Puas memanjakan mata di bawah rumah Aceh, kami menaiki tangga dan memasuki bagian dalam museum. Begitu masuk, kami seolah bisa merasakan bagaimana kentalnya percampuran budaya Aceh dengan nilai-nilai Islam zaman dulu. Di Seuramoe keu (serambi depan), beberapa rencong yang terpajang di dinding. Rencong ini merupakan senjata traditional Aceh yang berbuat dari logam. Gagang dan sarungnya secara umum terbuat dari gading, kayu atau tanduk kerbau. Menurut sebuah sumber, bentuk rencong ini diambil dari bahasa Arab “Bismillaahirrahmaanirrahiim.” Rencong Aceh kini sering dijumpai dalam bentuk besi dan kuningan serta dijadikan sourvenir khas dari Aceh
Ketika beranjak ke seuramoe teungoh (serambi tengah), maka kita akan menjumpai kamar pengantin yang dihiasi pernak-pernik bermotif khas Aceh lengkap dengan seperangkat piring-piring antik yang teratur seolah hidangan sedang disajikan di depan kamar. Selanjutnya di seuramoe likot (serambi belakang), kita akan menemukan berbagai peralatan traditional, mulai dari alat penangkap ikan (bubee),tudung penutup kepala dan timba dari pelepah pinang, ayunan dari rotan, tempat tidur yang konon disebut-sebut sebagai tempat tidur bagi wanita yang melahirkan, sampai dapur kayu yang lengkap dengan berbagai peralatannya.
ayunan bayi
Peralatan traditional
berbagai peralatan dapur
 Semua benda-benda tersebut mengajarkanku betapa piawainya masyarakat zaman dulu dalam membangun hidup mereka. Peralatan mereka sangat traditional, namun mereka sama sekali tidak lemah. Bahkan, mereka hidup dalam masyarakat yang kental akan nilai-nilai sejarah dan tata krama. Bagiku, museum Aceh adalah sebuah ensiklopedi nyata tempat generasi muda mengenal kembali Aceh dari masa ke masa. Di sini pula aku tersadar betapa Aceh kaya akan nilai-nilai seni dan budaya yang penuh tatakrama. Mudah-mudahan kita semakin pintar menjaga nilai-nilainya. Semoga saja!

Minggu, 27 April 2014

contoh puisi

Jumat, 25 April 2014

DUA HATI YANG JERNIH


     Mengajar membuatku semakin belajar bahwa kita perlu melihat sisi lain dari sebuah permasalahan. Belajar untuk bersikap adil, tenang dan juga belajar untuk menahan amarah. Biarpun kadang aku gagal!
Namun, belakangan ini beberapa hal membuatku semakin mencintai profesiku sebagai pengajar. Bukan karena aku semakin berani tampil sebagai guru ataupun semakin menguasai materi. Bukan sama sekali. Tetapi karena aku semakin sadar bahwa mengajar itu adalah caraku belajar menata diri. Mengajar adalah caraku belajar mengahadapi masalah di sekelilingku. Juga caraku belajar dari orang-orang sekelilingku, meskipun itu anak-anak kecil yang polos yang sering kujumpai belakangan ini.
Seperti beberapa hari yang lalu, kesabaranku diuji oleh pertengkaran dua bocah kelas lima es de. Sejak aku masuk keduanya tidak bisa diam, loncat kesana kemari. Sebungkus besar kue kriuk-kriuk plus sebotol besar minuman selalu mereka tenteng dalam kelas. Tas besar yang terletak di samping kursi mereka membuatku sadar bahwa keduanya adalah anak super sibuk. Tidak punya waktu untuk pulang ke rumah.  Begitu masuk, aku langsung melongo. “Bagaimana caraku mengajar jika muridnya tidak bisa duduk di tempat? Apakah aku harus mengajar sambil berlarian juga seperti mereka?”kata batinku.
“Miss, may I know your name?”
Tiba-tiba saja salah seorang bocah itu telah berdiri santai di depanku. Tangan kanannya masih asyik mengambil makanan kriuk-kriuk dalam bungkusan di tangan kirinya. Sementara mulutnya penuh oleh makanan. Aku menarik nafas. Sabar! Kusebutkan namaku.Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang duduk.
“Could you sit, dear? It’s impolait eating while standing,” pintaku.
Si anak itu duduk. Sedangkan anak satu lagi masih asyik buka-tutup pintu sambil ngunyah kriuk-kriuk. Kupinta ia duduk, Alhamdulillah mereka menurut. Kutanya nama mereka. Alhamdulillah keduanya sangat aktif. Bukan cuma nama, yang lain pun mereka ceritakan dengan full English. Cukup membuatku terkesan. Kutanya apa yang sudah mereka pelajari minggu kemarin. Keduanya langsung kasak-kusuk buka buku. Aku harap-harap cemas, bagaimana buku bacaan mereka? Dan…
Miss, we want to do homework here… Look! We have to underline repetition words and make some sentences just like the examples!” Kata Yudi. Aku melongo. Mereka mengeluarkan buku bahasa Indonesia.
Teacher ask us to find a text, Miss. ”jelasnya kemudian.
Aku bingung. Bagaimana mungkin mereka menemukan kata-kata ulang jika teksnya belum disiapkan? Akhirnya dengan kemampuan yang kupunya, kucoba membuat sebuah teks yang mengandung banyak kata-kata ulang. Butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk itu. Dan…
“Miss, how about me? Can you make it for me one?” tanya Rendi tiba-tiba.
“It’s for both of you,” jelasku. Aku memang tidak perlu membuat teks yang lain karena sudah jelas disebutkan bahwa teksnya boleh sama, yang penting kalimat yang mereka buat nantinya akan beda.
“No, Miss! I want this paper for me.” kata Rendi tegas. Ia menarik punya Yudi. Namun Yudi berhasil mengelak. Rendi hanya bisa menarik angin. Rendi nampak marah, sedangkan Yudi tertawa girang.
”It’s mine! Hueeek!” katanya sambil loncat-loncat dan menjulurkan lidah.
Pertengkaran dimulai! Kejar-kejaran dalam ruangan dimulai. Aku mulai panik. Kukerahkan segenap tenaga untuk menenangkan suasana. Tetapi nihil! Yang satu masih asyik ketawa-ketiwi, yang satu lagi sudah siap meneteskan air mata. 
"It for both of you, kids! You don't need to fight each other for that paper," kataku. kataku menguap begitu saja. 
“Come on kids! We have to do your homework now!” kataku setengah berteriak.
Tidak ada respon. Keduanya malah semakin gaduh berlarian dan berteriak. Aku terduduk karena kecapaian berteriak. Otakku berpikir keras. Bagaimana aku menjadi guru jika mengatasi dua anak hiperaktif ini saja aku tidak bisa. Aku hampir putus asa. But… Ahaaa! I’ve an idea. Aku ikut berlari bersama mereka. Dan gotcha! Rendi berhasil kutangkap. Itu artinya tidak ada lagi yang di kejar ataupun yang mengejar. Yang satu lagi pun berhenti. Aku sedikit lega.
“Kids, it’s impolite to ignore your teacher,” kataku.
“Is it a sin?” tanya Rendi polos.
“Yes! It is a sin.
“But I want that paper!” kata Rendi sambil menunjuk kertas di tanya yudi.
You both may use it. It’s not only for Yudi,” kujelaskan lagi.
Nooo, it’s mine! Hueek!”
Yudi malah kegirangan. Ia semakin suka menggoda Rendi. Sedangkan Rendi mulai mendung. Matanya mulai mengabur dan menjatuhkan titik-titik bening. Aku kebingungan. Yang satu becanda kelewatan, yang satu lagi sensitive luar biasa! Ooh, no! Rendi mulai duduk di sudut dan menjatuhkan kepalanya di atas lipatan tangan di meja. Di sana ia mulai terisak. Yudi terdiam. Ia tersadar bahwa ia salah. Aku duduk diam. Aku ingin melihat apa yang akan mereka lakukan.
“I’m kidding you…”

“No, I don’t care. You always like that! You promised me to not kidding me again. You break it!
Aku tetap diam. Yudi mendekat.
            “I’m sorry… It’s for you.” Yudi menyerahkan kertas di tangannya untuk Rendi.
            “ I will not forgive you, just leave me!”
            Aku seperti sedang menonton drama saja. But, it’s really real! Aku sadar, jika kudiamkan lebih lama lagi, kekacauan ini akan bertambah. Mereka harus belajar.
         “Kids, let’s me explain you something! Yudi and Rendi, please listen. You are friends. You have to care each other. You can’t reverence each other. Do you remember our prophet? He had been hurted by Quraisy for many years, more than twenty years, but he forgave them.”

                “Is it a sin, Miss?”

                “What?”

                “Having grudge?” Rendi tiba-tiba berhenti menangis.
                Yes!”Jawabku mantap.
                Kulihat keduanya hanya menatap satu sama lain. Yudi mendekati Rendi dan memberikan kertas yang tadi di tangannya.
                “It’s for you. I will search another one,” kata Yudi. Aku bisa melihat rasa ikhlas dari wajah tembemnya.
                “No, we can do it together.”

                “I will do it if you forgive me first.”

                “Yes, I’ll forgive you. I’m afraid of sin. Promise me you will not kid me again.”

                “Yes, I’ll, I’m afraid of sin, too”
            Aku menarik nafas lega. Ah, betapa mudahnya mereka menghilangkan dendam di hati mereka. Dalam semenit mereka bertengkar sampai menangis, hanya butuh butuh beberapa menit saja mereka untuk berbaikan. Mereka betul-betul takut dosa karena mendendam dan mengingkari janji. Ah, Yudi dan Rendi, kalian adalah pemilik dua hati yang jernih. Bagaimana denganku? Dalam sekejap, aku malu dan merasa naïf. Thanks a lot kids, you inspired me…
(foto: Google)




Senin, 21 April 2014

SELAMAT TINGGAL SERIBU SATU BAYANGAN

Lima tahun berada di Banda Aceh, aku telah melewati berbrbagai fase asam-asam manis. Dimulai dari jadi anak kos-kosan yang hanya mengenal kuliah-pustaka-kampus doang, ikut organisasi kampus untuk coba-coba, sampai menggeluti berbagai kegiatan organisasi di kampus dan di luar kampus yang kadang cukup memeras tenaga dan pikiran. Aku melewatinya tanpa menyadari adanya perubahan yang terjadi perlahan demi perlahan pada cara berpikirku. Aku tidak pernah tahu itu sebelumnya.

Setapak demi setapak langkah yang kuambil di sini sedikit banyak terrpengaruh dari orang-orang di sekelilingku. Ketika aku melihat orang yang sukses di bidang akademis, aku akan belajar mati-matian ingin menjadi orang tersebut. Di kemudian hari, saat aku menemukan orang yang sukses dalam dunia karir, aku kembali mencoba mengikuti jejaknya. Dan di kemudian hari, saat aku menemukan orang yang sukses di bidang kepenulisan, aku juga ingin sekali menjadi seperti mereka. Alhasil, langkah-langkahku terasa dibayang-bayangi oleh orang lain. Tidak jarang, aku mengikuti gaya dan cara mereka. Sering pula, aku mencoba melirik kegiatan-kegiatan yang sering mereka lakukan. Namun, aku kembali gagal.

Kini aku terpuruk, seolah-olah bayangan di cermin bukan lagi diriku sendiri, tetapi seribu satu bayangan orang lain yang pernah membuatku terinspirasi. Aku seperti kehilangan tujuan dan cita-cita yang pernah kutulis dalam sebuah catatan pribadi. Aku seakan lupa bahwa aku harus mandiri dan menginspirasi diriku sendiri.Dan kini aku tersadar ketika seribu satu inspiratorku membentuk lingkaran semu di sekitarku. Mereka menyodorkanku berbagai cara untuk mengikuti mereka. Telunjukku yang hanya dua, tidak mampu menunjuk mereka semua sekalian, melainkan menunjuk mereka satu persatu. Aku terhenyak dan tersadar, aku tidak bisa menggapai semua yang kuinginkan sekalian, tapi aku harus mewujudkannya satu persatu dengan usahaku.

Dalam dua hari ini, aku duduk merenung dan melakukan muhasabah terhadap cita-citaku yang sebenarnya. Aku kembali menelusuri lorong-lorong waktu yang lama tidak terjamah. Membangun puing-puing cita yang sempat terserak. Aku sadar bahwa aku tidak boleh menjadi orang lain. Terinspirasi boleh saja, namun cita-citaku  tetap tujuanku semata. Aku punya caraku sendiri untuk mewujudkannya. Mulai sekarang, waktu adalah milikku yang harus kujaga. Peluang adalah kesempatanku yang tidak boleh terlewat. Aku tidak  mau lagi 1001 bayangan mereka muncul di cerminku, sebab aku akan menggantinya dengan bayanganku sendiri. Selamat tinggal seribu satu bayangan... :)

waktu dan kesempatan tidak bisa kubeli
 

Jumat, 11 April 2014

MENUNTUT DAN DITUNTUT

Kita semua ingin keinginan. Ingin menjadi orang bahgia, menjadi yang paling baik, dan ingin dihargai. Kadang kita tidak jarang menginginkan orang di sekitar kita berubah menjadi apa yang kita inginkan. Contohnya saja, kita meminta orang di sekitar kita untuk diam ketika berbicara, sementara mereka tidak pernah kita berikan kesempatan berbicara. Kita juga sering menuntut mereka melakukan pekerjaan yang belum tentu kita sendiri menyukainya. Ya! itu sering terjadi, dalam sebuah keluarga sekalipun. Intinya, kita selalu menuntut sementara kita sendiri tidak mau dituntut. Jika demikian, adilkah kita?

Hasil dari sebuah tuntutan yang berlebihan adalah sebuah keretakan rasa, baik ukurannya kecil ataupun besar.  Orang di sekitar kita tidak lagi merasa nyaman berada di dekat kita  dan mulai menjaga jarak. Mereka merasa bahwa mereka hanya menjadi seonggok daging yang selalu kita manfaat tetapi tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari kita.  Seorang teman akan menjauh jika selalu dituntut, seorang anak tidak akan akrab dengan orang tuanya jika orang tua menuntutnya melakukan apa yang tidak ia sukai, orang tua akan kesusahan jika dituntut untuk memberikan apa yang tidak mereka sanggupi, begitu juga seorang suami, ia akan terbeban jika harus memenuhi semua yang diinginkan istrinya. Padahal, jika posisinya dibalik, yang dituntut menjadi yang menuntut, belum tentu mereka sanggup memberikan apa yang diharapkan orang lain kepadanya. Menuntut memang mudah, tapi dituntut sering berujung pada kesusahan. Oleh karena itu, ayo kita menghindar dari sikap menuntut yang berlebihan terhadap orang-orang di sekitar  kita.  Dengan demikian, semua orang akan merasa nyaman berada di dekat kita. Jika tidak siap dituntut, janagn pernah menuntut orang lain. :)

sikap yang salah dalam meminta sesuatu

AKU CEMBURU

Semua orang pernah jatuh bangun dalam mengarungi bahtera kehidupan. Ada yang pernah bahagia sampai ingin meloncat ke langit, ada yang pernah sedih sekali sampai merasa ingin dibenamkan ke dasar bumi. Itulah kehidupan. 

Namun, di antara semua pernak-pernik hidup yang berwarna warni, ada hal-hal yang menarik perhatianku belakangan ini. Aku tertarik pada jalan hidup orang-orang di sekitarku. Ada begitu banyak sosok-sosok inspiratif yang selalu semangat dan tidak pernah mengeluh. Hidup ini mereka jalani dengan santai. Jika bahagia tidak pernah sampai meloncat-loncat sepertiku, dan jika sedih juga tidak histeris dan merasa paling menderita di dunia ini.

Pernah suatu hari, aku berkeluh kesah pada seorang kakak yang begitu mendamaikan. Aku berkeluh kesah tentang keadaanku yang sering kuanggap kurang beruntung. Seperti biasanya, ia menjawabnya dengan tenang. Menyemangati dengan kata-kata positif yang mendamaikan. Lalu, aku akan damai. Belakangan aku baru tahu bahwa beliau mempunyai masalah keluarga yang jauuh lebih berat dan beliau tanggung sendiri. Tidak pernah kudengar beliau berkeluh kesah tentang yang sangat rumit itu. Aku tidak pernah tahu itu. 

Di lain hari, aku menemukan begitu banyak sosok-sosok berhati pahlawan di sekitarku. Mereka selalu memberi dan jarang sekali menerima. Mereka juga tenang-tenang saja ketika orang-orang di sekitar mereka mempersoalkan materi yang mereka dapat. "Rejeki sudah Tuhan yang atur. Kenapa kita harus meragukanNya?" itu jawaban mereka. Santai tetapi tidak asal-asalan

Aku cemburu. Mereka adalah sosok-sosok yang tangguh dan kukuh. Mereka  layaknya mutiara yang terbenam dan tersimpan. Hanya orang-orang special yang diperuntukkan bagi mereka. Maka, tidak heran Allah menspesialkan mereka dengan berbagai cara-Nya. 

Ah, sangat banyak yang aku lewatkan selama ini. Semakin hari  aku semakin cemburu, dan semakin aku ingin belajar dari mereka. Terimakasih telah menginspirasiku selama  ini. Always stand by me, so that i'll learn the wisdom more and more...
support each other






Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Junaidah Munawarah alumnus IAIN Ar-Raniry Aceh, Anggota Forum Lingkar Pena (FLP)Aceh dan penikmat tulisan apa saja.

Pengikut

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Blogger FLP

BTemplates.com

Blogroll