Tidak
kenal, makanya tidak sayang. Ketika kita telah mengenal jejak sejarahnya, maka
kita akan semakin cinta dan ingin terus mempertahankannya dari kepunahan. Inilah
museum Aceh dan segala pernak-pernik sejarahnya.
Pagi itu, aku dan
kawan-kawan mengisi waktu senggang dengan mengunjungi objek wisata di Banda
aceh. Tentu saja, kami memilih tempat yang sesuai dengan isi dompet kami yang masih berstatus mahasiswa. Dengan
suka cita dan rasa ingin tahu yang mengangkasa, kami mengendarai motor menuju
pusat kota.
Saat menapaki kaki
di halaman museum Aceh, aku seperti sedang membuka sebuah lembaran ensiklopedi
sejarah versi nyata. Berbagai benda kuno yang mengandung nilai seni dan sejarah
yang panjang tersimpan di sana. Dalam sekejap,
aku seolah terlempar ke lorong waktu yang sangat jauh dari masaku,
berbaur dengan orang-orang yang hidup pada zaman yang seusia dengan benda-benda
itu. Bayangan Aceh masa lampau terasa begitu nyata ketika langkahku semakin dengan bangunan
tersebut.
Bentuk fisik bangunan
museum Aceh adalah sebuah rumah traditional Aceh yang megah. Hampir keseluruhan
badan rumah ini terbuat dari kayu keras yang dicat berwarna cokelat tua
(merbau). Sejumlah referensi menyebutkan bahwa rumah ini dibangun oleh gubernur
Belanda bernama Van Swart pada tahun 1914. Layaknya rumah traditional Aceh pada
umumnya, bangunan ini juga menghadap kiblat (Mekkah) dan kaya akan ornamen pada
atap dan dinding. Ukiran berbentuk spiral, simetris, tumbuh-tumbuhan,
kali-kali, petak-petak, bulan dan bintang pada bagian bingkai jendela dan dinding
membuat bangunan ini begitu khas. Namun, berbeda dari rumah Aceh penduduk pada
umumnya yang dibangun atas 16, 20 atau 24 tiang, bangunan museum ini justru
dibangun lebih besar dimana jumlah keseluruhan tiangnya mencapai 40 tiang yang
kokoh. Besar sekali bukan?
Museum Aceh |
Benda pertama yang
paling menarik perhatianku adalah sebuah lonceng besar yang dinamai
“Cakradonya.” Mungkin karena ukurannya yang sangat besar yang melebihi tinggi
orang dewasa dan diameternya lebih dari satu meter, lonceng ini diberi nama
seperti ini. Konon, lonceng besar ini merupakan hadiah dari seorang Raja China
yang diantar oleh Laksamana Chengho pada tahun 1414. Ini adalah bukti betapa
luasnya wilayah persahabatan kerajaaan Aceh pada masa lampau yang mampu
menembus batas-batas benua.
Jika kita lihat
lebih dekat, maka kita akan menemukan tulisan China yang terukir pada badan
lonceng. Menurut sebuah referensi, tulisan tersebut adalah “Sing Fang Niat
Toeng Juutb Kat Tjo.”Aku sendiri tidak tahu apa artinya. Namun, ukiran tuanya
yang nampak berkarat membuktikan bahwa lonceng tersebut sangat tua dan
benar-benar patut dijaga keberadaan dan bentuknya.
lonceng cakradonya |
Masuk
lebih dalam ke area museum, kita akan menjumpai meriam-meriam berukuran sedang
yang di tata rapi di bawah Rumoh Aceh. Menurut para penjaga, meriam ini
merupakan sisa penjajahan Belanda di Aceh. Selain meriam-meriam tersebut, berbagai
peralatan kerja masyarakat Aceh tempo dulu juga banyak disimpan di sini.
Misalnya alat pengangkut barang (derek) dari kayu, lumbung padi, dan jeungki
(penumbuk padi) yang juga terbuat dari kayu. Tentu saja alat-alat ini
sangat jarang kujumpai dalam kehidupan sehari-hari, terutama di daerah Banda
Aceh yang hampir semuanya telah terjamah canggihnya teknologi masa kini. Dalam
sekejap pikiranku melayang ke masa-masa dimana masyarakat saling bergotong
royong mengangkut padi dengan derek kayu dan menumbuk padi bersama menggunakan jeungki
yang sangat sederhana. Sungguh berbeda sekali dengan peralatan canggih yang
dimiliki masyarakat masa kini dimana semuanya serba canggih dan cepat.
Kamar Pengantin |
Puas memanjakan mata di bawah rumah Aceh, kami menaiki tangga dan
memasuki bagian dalam museum. Begitu masuk, kami seolah bisa merasakan
bagaimana kentalnya percampuran budaya Aceh dengan nilai-nilai Islam zaman
dulu. Di Seuramoe keu (serambi depan), beberapa rencong yang terpajang
di dinding. Rencong ini merupakan senjata traditional Aceh yang berbuat dari
logam. Gagang dan sarungnya secara umum terbuat dari gading, kayu atau tanduk
kerbau. Menurut sebuah sumber, bentuk rencong ini diambil dari bahasa Arab
“Bismillaahirrahmaanirrahiim.” Rencong Aceh kini sering dijumpai dalam bentuk besi dan kuningan serta dijadikan sourvenir khas dari Aceh
Ketika beranjak ke seuramoe teungoh (serambi tengah), maka kita akan menjumpai kamar pengantin yang dihiasi pernak-pernik bermotif khas Aceh lengkap dengan seperangkat piring-piring antik yang teratur seolah hidangan sedang disajikan di depan kamar. Selanjutnya di seuramoe likot (serambi belakang), kita akan menemukan berbagai peralatan traditional, mulai dari alat penangkap ikan (bubee),tudung penutup kepala dan timba dari pelepah pinang, ayunan dari rotan, tempat tidur yang konon disebut-sebut sebagai tempat tidur bagi wanita yang melahirkan, sampai dapur kayu yang lengkap dengan berbagai peralatannya.
Ketika beranjak ke seuramoe teungoh (serambi tengah), maka kita akan menjumpai kamar pengantin yang dihiasi pernak-pernik bermotif khas Aceh lengkap dengan seperangkat piring-piring antik yang teratur seolah hidangan sedang disajikan di depan kamar. Selanjutnya di seuramoe likot (serambi belakang), kita akan menemukan berbagai peralatan traditional, mulai dari alat penangkap ikan (bubee),tudung penutup kepala dan timba dari pelepah pinang, ayunan dari rotan, tempat tidur yang konon disebut-sebut sebagai tempat tidur bagi wanita yang melahirkan, sampai dapur kayu yang lengkap dengan berbagai peralatannya.
ayunan bayi |
Peralatan traditional
|
Semua benda-benda tersebut
mengajarkanku betapa piawainya masyarakat zaman dulu dalam membangun hidup
mereka. Peralatan mereka sangat traditional, namun mereka sama sekali tidak
lemah. Bahkan, mereka hidup dalam masyarakat yang kental akan nilai-nilai
sejarah dan tata krama. Bagiku, museum Aceh adalah sebuah ensiklopedi nyata
tempat generasi muda mengenal kembali Aceh dari masa ke masa. Di sini pula aku
tersadar betapa Aceh kaya akan nilai-nilai seni dan budaya yang penuh
tatakrama. Mudah-mudahan kita semakin pintar menjaga nilai-nilainya. Semoga
saja!
sudah di baca dan di komen ^_^
BalasHapushttp://bungonglimeng.tumblr.com/
Waah, bahasan kita sehati Jun. :D
BalasHapusWaah, bahasan kita sehati Jun. :D
BalasHapusmantap jun...baru tw tu rumah aceh dibangun sama gubernur belanda hehehe hmpir 8 tahun dibanda aceh blm sempat ke museum aceh...ckckck =.= *miris
BalasHapuskerennnnn....mksih atas informasinya...hehehehe,,,sukses selalu..
BalasHapusmakasih kawan-kawan.. :)
BalasHapusUndangan Menjadi Peserta Lomba Review Website berhadiah 30 Juta.
BalasHapusSelamat Siang, setelah kami memperhatikan kualitas tulisan di Blog ini.
Kami akan senang sekali, jika Blog ini berkenan mengikuti Lomba review
Websitedari babastudio.
Untuk Lebih jelas dan detail mohon kunjungi http://www.babastudio.com/review2014
Salam
Baba Studio